PENDAHULUAN
Pemikiran mengenai konsep pendidikan IPS di Indonesia
banyak dipengaruhi oleh pemikiran social studies di Amerika Serikat yang
kita anggap sebagai salah satu negara yang memiliki pengalaman panjang dan
reputasi akademis yang signifikan dalam bidang itu. Reputasi tersebut tampak
dalam perkembangan pemikiran mengenai bidang itu seperti dapat disimak dari
berbagai karya akademis antara lain dipublikasikan oleh NCSS sejak pertemuan
organisasi tersebut untuk pertama kalinya tanggal 28-30 November 1935 sampai
sekarang.[1]
Di Indonesia social studies dikenal dengan nama studi sosial. Dalam Kurikulum 1975, pendidikan ilmu sosial kemudian ditetapkan dengan nama Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). IPS merupakan sebuah mata pelajaran yang dipelajari dari tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi pada jurusan atau progrsam studi tertentu. Secara historis epistemologis perkembangan IPS di Indonesia mengalami hambatan dengan dua alasan : Pertama, di Indonesia belum ada lembaga profesional bidang pendidikan IPS setua dan sekuat pengaruh NCSS. Lembaga serupa yang dimiliki Indonesia, yakni HISPIPSI (Himpunan Sarjana Pendidiksn IPS Indonesia) usianya masih sangat muda dan poduktifitas akademisnya masih belum optimal, karena masih terbatas pada pertemuan tahunan dan komunikasi antar anggota secara insidental. Kedua, perkembangan kurikulum dam pembelajaran IPS sebagai ontologi ilmu pendidikan (disiplin) IPS sampai saat ini sangat tergantung pada pemikiran individual dan atau kelompok pakar yang ditugasi secara insidental untuk mengembangkan perangkat kurikulum IPS melalui Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Balitbang Dikbud (PUSKUR).[1]
Istilah IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), sejauh yang dapat ditelusuri, untuk pertama kalinya muncul dalam Seminar Nasional tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmangu Solo. Menurut Laporan Seminar tersebut ada tiga istilah yang muncul dan digunakan secara bertukar pakai yakni “pengetahuan social, studi social, dan Ilmu Pengetahuan Sosial” yang diartikan sebagai suatu studi masalah-masalah social yang dipilih dan dikembangkan dengan menggunakan pendekatan interdisipliner dan bertujuan agar masalah-masalah social itu dapat dipahami siswa. Dengan demikian, para siswa akan dapat menghadapi dan memecahkan masalah sosial sehari-hari. Pada saat itu, konsep IPS tersebut belum masuk ke dalam kurikulum sekolah, tetapi baru dalam wacana akademis yang muncul dalam seminar tersebut. Kemunculan istilah tersebut bersamaan dengan munculnya istilah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dalam wacana akademis pendidikan Sains. Pengertian IPS yang disepakati dalam seminar tersebut dapat dianggap sebagai pilar pertama dalam perkembangan pemikiran tentang pendidikan IPS. Berbeda dengan pemunculan pengertian social studies dari Edgar Bruce Wesley yang segera dapat respon akademis secara meluas dan melahirkan kontroversi akademik, pemunsulan pengertian IPS dengan mudah dapat diterima dengan sedikit komentar.
PEMBAHASAN
1.
Tujuan
Pembelajaran Ilmu Sosial di Indonesia
Menurut Edwin Fanton (1986) Tujuan pengajaran IPS ada 3 yaitu (a) mempersiapkan anak didik menjadi warga Negara yang baik, (b) mengajar anak didik berkemampuan berpikir dan (c) agar anak dapat melanjutkan kebudayaan bangsanya. Sedangkan menurut L.H. Clark (1983) mengemukakan bahwa titik berat studi sosial adalah perkembangan individu yang dapat memahami lingkungan sosialnya, serta manusia dengan kegiatan intraksi antar mereka, dan anak didik diinginkan agar dapat menjadi anggota yang produktif dan dapat memberikan andilnya dalam masyarakat.[1] Dalam buku Teaching Social studies (1962) dari Departemen of Instructions Fairfax Country Schools Virginia, mengemukakan bahwa program studi sosial hendaknya menyajikan kesempatan yang banyak setra beraneka ragam untuk membentuk warga Negara yang efektif, termasuk kesadaran bahwa hak selalu disertai oleh kewajiban.
Menurut Nu’man Sumantri bahwa tujuan Pendidikan IPS
pada tingkat sekolah adalah :
- Menekankan tumbuhnya nilai kewarganegaraan, moral, ideologi negara dan agama
- Menekankan pada isi dan metode berfikir ilmuwan
- Menekankan reflective inquiry[1]
- Memberikan kepada siswa pengetahuan (Knowledge) tentang pengalaman manusia dalam kehidupan bermasyarakat pada masa lalu, sekarang dan masa datang.
- Menolong siswa untuk mengembangkan keterampilan (skills) untuk mencari dan mengolah informasi.
- Menolong siswa untuk mengembangkan nilai/sikap (Values and Attitudes) demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat.
- Menyediakan kesempatan kepada siswa untuk mengambil bagian/berperan (Action) serta dalam kehidupan sosial (Action).
Keempat tujuan tersebut tidak terpisahkan atau berdiri
sendiri, melainkan merupakan kesatuan dan saling berhubungan.[1]
1. IPS dalam
Kurikulum 1975
Pada tanggal 17 Januari tahun 1975, melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 008-D/U/1975, Pemerintah menetapkan kurikulum baru untuk SMP dan dinamakan Kurikulum 1975, sesuai dengan tahun penetapan berlakunya kurikulum tersebut. Dapat dikatakan bahwa Kurikulum 1975 memberikan landasan baru bagi kebijakan pengembangan kurikulum di Indonesia. Kurikulum 1975 merupakan kurikulum pertama di Indonesia yang dikembangkan berdasarkan teori, model, dan desain kurikulum modern. Pikiran teoritik tentang peserta didik, proses pembelajaran, penilaian hasil belajar dijadikan dasar-dasar utama dalam pemikiran pengembangan kurikulum. Model pembelajaran yang dikenal dengan nama Perencanaan Sistem Instruksional menjadi model baru dalam dunia pendidikan Indonesia.[1]
Kegiatan pengembangan kurikulum 1975 pikiran teoritik dan prosedur pengembangan kurikulum modern dilaksanakan dalam pengembangan ide kurikulum, rancangan pembelajaran dan pedoman pelaksanaan. Ide kurikulum memuat landasan filosofis, teoritis dan model kurikulum dan sebenarnya adalah jawaban kependidikan Pemerintah terhadap kebutuhan masyarakat sebagaimana yang dipersepsi oleh para pengambil keputusan dalam bidang pendidikan dan terjemahan dari kebijakan tersebut oleh para pengembang kurikulum secara teknis. Ide kurikulum tersebut dirancang sedemikian rupa dan ditulis dalam Buku I dokumen kurikulum yang dinamakan Ketentuan-ketentuan Pokok. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI) :
a)
Materi Pembelajaran
IPS mempelajari, menelaah, dan mengkaji sistem
kehidupan manusia di permukaan bumi ini dalam konteks sosialnya atau manusia
sebagai anggota masyarakat, dengan pertimbangn bahwa manusia dalam konteks
sosial demikian luas, pengajaran IPS pada jenjang pendidikan harus dibatasi
sesuai dengan kemampuan peserta didik tiap jenjang, sehingga ruang lingkup pengajaran IPS pada
jenjang pendidikan dasar berbeda dengan jenjang pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi. Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS
dibatasi sampai pada gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada
geografi dan sejarah, terutama gejala dan masalah sosial kehidupan sehari-hari
yang ada di lingkungan sekitar peserta didik MI/SD. Jenjang pendidikan menengah, ruang lingkup
kajian diperluas, begitu juga pada jenjang pendidikan tinggi: bobot dan
keluasan materi dan kajian semakin dipertajam dengan berbagai pendekatan.
Pendekatan interdisipliner atau multidisipliner dan pendekatan sistem menjadi
pilihan yang tepat untuk diterapkan karena IPS pada jenjang pendidikan tinggi
menjadi sarana melatih daya pikir dan daya nalar mahasiswa secara
berkesinambungan. Sebagaimana telah
dikemukakan di depan, bahwa yang dipelajari IPS adalah manusia sebagai anggota
masyarakat dalam konteks sosialnya, ruang lingkup kajian IPS meliputi :
- 1) Substansi materi ilmu-ilmu sosial yang bersentuhan dengan masyarakat,
- 2) Gejala, masalah, dan peristiwa sosial tentang kehidupan masyarakat.
Kedua lingkup pengajaran IPS ini harus diajarkan secara terpadu karena pengajaran IPS tidak hanya menyajikan materi-materi yang akan memenuhi ingatan peserta didik tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan sendiri sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Oleh karena itu, pengajaran IPS harus menggali materi-materi yang bersumber pada masyarakat.
Kurikulum
1975 mengemukakan secara eksplisit istilah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS) yang merupakan fusi (perpaduan) dari mata pelajaran sejarah,
geografi dan ekonomi. Selain mata pelajaran IPS, Pendidikan Kewarganegaraan dijadikan sebagai mata pelajaran
tersendiri ialah Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Dalam kurikulum 1975, IPS
termasuk kelompok pendidikan akademis sedangkan PMP termasuk kelompok
pendidikan umum.
Materi dan Konsep
Pendidikan IPS dalam kurikulum 1975 yang menampilkan 4 (empat) profil :
- Pendidikan Moral Pancasila (PMP) menggantikan Kewarganegaraan sebagai bentuk pendidikan IPS khusus
- Pendidikan IPS terpadu untuk SD dengan paduan materi pembelajaran geografi dan kependudukan, sejarah dan ekonomi koperasI.
- Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SMP yang menempatkan IPS sebagai konsep Payung geografi dan kependudukan, sejarah, antropologi budaya, ekonomi dan koperasi serta tata buku dan hitung dagang.
- Pendidikan IPS terpisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, ekonomi dan geografi untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG, dan IPS (ekonomi dan sejarah) untuk SMEA / SMK.
Nilai-nilai yang terkandung dalam
pembelajaran IPS adalah 1). nilai Edukatif, yakni adanya perubahan perilaku
sosial peserta didik kearah yang lebih baik, 2). Nilai Praktis, konsep-konsep
pembelajaran IPS dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, 3). Nilai teoritis,
peserta didik, dibina dan dikembangkan daya nalarnya kearah dorongan mengetahui
sendiri kenyataan dan mencari sendiri ke lapangan, 4). Nilai Filsafat, peserta
didik dikembangkan kesadaran dan penghayatan terhadap keberadaannya
ditengah-tengah masyarakat, 5). Nilai Ketuhanan, pembelajaran dilandasi
nilai-nilai ketuhanan.[1]
a) Metode Pembelajaran
Kurikulum 1975 mengelompokkan tiga jenis pendidikan,
yakni pendidikan umum, pendidikan akademis dan pendidikan keahlian khusus
dengan ciri-ciri sebagai berikut :
- Menganut pendekatan yang berorientasi pada tujuan. Setiap guru harus mengetahui dengan jelas tujuan yang harus dicapai oleh setiap murid di dalam menyusun rencana kegiatan belajar mengajar dan membimbing murid untuk melaksanakan rencana tersebut
- Menganut pendekatan yang integratif, dalam arti setiap pelajaran dan bidang pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang tercapainya tujuan yang lebih akhir.
- Pendidikan Moral Pancasila dalam kurikulu 1975 bukan hanya dibebankan kepada bidang pelajaran Pendidikan Moral Pancasila di dalam pencapaiannya, melainkan juga kepada bidang pelajaran ilmu pengetahuan sosial dan pendidikan agama.
- Kurikulum 1975 menekankan pada efisiensi dan efektivitas pengguna dana, daya dan waktu yang tersedia.
- Mengharuskan guru untuk menggunakan teknik penyusunan program pengajaran yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).
- Organisasi pelajaran meliputi bidang-bidang studi: agama, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan sosial, kesenian, olahraga dan kesehatan, keterampilan, disamping Pendidikan Moral Pancasila dan integrasi pelajaran-pelajaran yang sekelompok.
- Pendekatan dalam strategi pembelajaran memandang situasi belajar-mengajar sebagai suatu sistem yang meliputi komponen-komponen tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, alat pembelajaran, alat evaluasi, dan metode pembelajaran.
-
Sistem Evaluasi, diakukan penilain murid-murid pada
setiap akhir satuan pembelajaran terkecil dan memperhitungkan nilai-nilai yang
dicapai murid-murid pada setiap akhir satuan pembelajaran.
Kurikulum 1975 merupakan kurikulum pertama di Indonesia yang dikembangkan berdasarkan teori, model, dan desain kurikulum modern. Pikiran teoritik tentang peserta didik, proses pembelajaran, penilaian hasil belajar dijadikan dasar-dasar utama dalam pemikiran pengembangan kurikulum. Model pembelajaran yang dikenal dengan nama Perencanaan Sistem Instruksional
KESIMPULAN
Pendidikan IPS di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari dokumen Kurikulum 1975 yang memuat IPS sebagai mata pelajaran untuk pendidikan di sekolah dasar dan menengah. Gagasan IPS di Indonesia pun banyak mengadopsi dan mengadaptasi dari sejumlah pemikiran perkembangan sosial studies yang terjadi di luar negeri terutama perkembangan pada NCSS sebagai organisasi professional yang cukup besar pengaruhnya dalam memajukan social studies bahkan sudah mampu mempengaruhi pemerintah dalam menentukan kebijakan kurikulum persekolahan. Kurikulum 1975 merupakan kurikulum pertama di Indonesia yang dikembangkan berdasarkan teori, model, dan desain kurikulum modern. Pikiran teoritik tentang peserta didik, proses pembelajaran, penilaian hasil belajar dijadikan dasar-dasar utama dalam pemikiran pengembangan kurikulum. Model pembelajaran yang dikenal dengan nama Perencanaan Sistem Instruksional menjadi model baru dalam dunia pendidikan Indonesia. Dalam kurikulum tahun 1975 dinyatakan bahwa IPS adalah paduan sejumlah mata pelajaran Ilmu sosial.
[1] Abdul Aziz Wahab, Dkk,
Konsep Dasar IPS, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2001), hal. 1.10-1.15
[1] Wawan Junaidi, Kurikulum
IPS, http://wawan-junaidi.blogspot.com/2010/11/kurikulum-1975.html, Diunduh 05 September
2016.
[1] Ibid. Hal. 48
[1] Nu’man Sumantri, Menggagas Pembaharuan Pendidikan Pendidikan
IPS, (Bandung : PT Remadja Rosda Karya, 2001), hal.
[1] Barr, Robert, et al, The Nature of Social Studies :
Curriculum Standards for The Social Studies, (California : ETC Publication,
1978), 26-27
[1] Wawan Junaidi, Kurikulum
IPS, http://wawan-junaidi.blogspot.com/2010/11/kurikulum-1975.html, Diunduh 05 September 2016
No comments:
Post a Comment