Review Buku
Karya: Jeremy D. Stoddard and Alan S. Marcus
Dari artikel ini saya mendapat esensi bahwa media menjadi bagian terpenting
dalam pembelajaran IPS. Menurut Dobbs (1987) salah satu media yang mampu
memberikan efek yang berbeda, memberi makna tersendiri bagi siswa adalah media film.
Film mampu menyajikan konten yang menarik secara visual kepada siswa dalam
pembelajaran IPS. Melalui film peserta didik mampu berkomunikasi tentang masa lalu
dengan cara yang tidak tersedia dari sumber tertulis (Johnson dan Vergas, 1994). Film
merupakan alat atau media yang menggambarkan akumulasi pengetahuan dan ide yang
dikemas dalam satu media. Bagi Wise film tidak sekedar memberi informasi tetapi
memiliki daya emosi yang mempengaruhi penontonnya.
Artikel ini memfokuskan kajian tentang film-film yang berspektif sejarah dengan
analisis teori film dan studi budaya Britzman, dimana teori-teori yang dikembangkan dari
studi budaya atau studi tentang ras, kelas dan gender lebih relevan untuk mempelajari
bagaimana film merepresentasikan sejarah atau isu-isu sosial dan politik, serta bagaimana
film dapat mempengaruhi pemahaman anak muda tentang politik masa lalu(
Britzman,1988; Garret,2011; Hawkins,2012). Britzman dan tokoh lain di atas media film
lebih cenderung untuk membahas kajian-kajian politik yang terjadi dimasa lalu dan
direpresentasikan oleh guru dikelas kepada peserta didik. Jika kajian ini dibawa dalam
pembelajaran IPS, maka akan lebih kaya dengan beberapa sudut pandang.
Artikel ini memberi inspirasi saya bahwa media film merupakan media pembelajaran IPS yang menjangkau semua aspek dan relevan digunakan pada abad 21 ini karena media dan pembelajaran IPS terus bergerak sesuai dengan perkembangan zaman. Artikel ini juga memberi inspirasi saya bahwa pembelajaran IPS perlu mengembangkan Media Film berbasis kearifan lokal sehingga peserta didik bisa mengenali potensi kearifan lokal yang ada di daerah mereka masing-masing yang nantinya diteruskan dan dilestarikan dari generasi ke generasi. Media film yang mengangkat nilai-nilai memberikan semangat positif untuk nasionalisme atau lokalsentris. Selain itu media film bisa meningkat daya imajinasi peserta didik. Supriatna (2019) melalui imajinasi, peserta didik bisa menjadi siapapun atau berbuat apapun (tentu yang baik) dalam ingatan, pikiran, bayangan atau harapannya. Imajinasi merupakan kekuatan berpikir yang yang menggambarkan kreatifitas. Media pembelajaran film mampu membangun imajinasi peserta didik terhadap apa yang ditayangkan. Nilai-nilai kearifan lokal suatu daerah yang ditayangkan dalam bentuk film akan lebih mudah dipahami oleh peserta didik, sehingga mudah dipraktekkan, diingat dan dilestarikan dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu contoh: Saya teringat film Nasional Tenggelamnya kapal van der wick, dimana filmnya memberikan latar budaya Minangkabau yang tidak hanya menceritakan budaya dan keindahan alam Minangkabau tetapi juga menyentil budaya Minangkabau. Hal ini bisa dijadikan sebagai media pembelajaran IPS. Dalam film ini menceritakan budaya masyarakat Minang dalam bertransaksi jual beli ternak dengan sistem Marosok1 . Selain itu pada film Negeri 5 Menara (2012) salah satu alur ceritanya juga tentang transaksi marosok di pasar ternak. Film lain yang berjudul Me Vs Mom (2016) juga menggambarkan jual beli ternak di Minangkabau dengan sistem Marosok. Artinya film-film ini bisa dijadikan sebagai media pembelajaran yang mengangkat tema-tema budaya berbasis kearifan lokal di suatu daerah di Indonesia.
No comments:
Post a Comment