Ini adalah artikel yang diterbit di jurnal dan kami posting kembali di Blog ini.
Pendahuluan
Kebijakan “belajar dari rumah” sebagai respons dari kehadiran pandemik Covid19 memiliki dampak serius kepada 68 juta siswa dan 3,2 juta guru. Pembelajaran jarak
jauh (PJJ) beresiko menghambat bahkan menghentikan proses pembelajaran bagi
sekolah-sekolah di wilayah terpencil karena keterbatasan akses internet dan biaya yang
harus dikeluarkan setiap murid. Sekolah dan murid-murid yang tidak memiliki fasilitas
memadai mengalami kesulitan melanjutkan proses belajar-mengajar (Dzaljad, 2020;
Fitri et al., 2020; Zahrawati & Nurhayati, 2021). Hal tersebut berpotensi meningkatkan
disparitas atau ketimpangan pendidikan di Indonesia. Dalam upaya mengendalikan
penyebaran pandemik Covid-19, pada pertengahan Maret 2020, pemerintah
memutuskan untuk menghentikan sementara kegiatan belajar di sekolah (Herliandry et
al., 2020). Sekolah dianggap sebagai salah satu media yang berpotensi memperluas
penyebaran Covid-19 karena adanya interaksi secara langsung antara murid, guru, dan
orang tua dalam jarak yang dekat (Adriani et al., 2021).
Menurut Santoso, ada dua masalah besar akibat pembelajaran jarak jauh, yakni: Pertama, keterbatasan akses terhadap internet yang stabil. Banyak wilayah di Indonesia belum dijangkau oleh internet, bahkan sinyal komunikasi dan listrik pun belum mencapai beberapa wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).Salah satu building block dari sebuah pembelajaran jarak jauh yang efektif adalah kecepatan internet yang memadai dan stabil (Adriani et al., 2021; Zahrawati & Ramadani, 2021). Tanpa koneksi yang stabil, murid tidak mungkin mendapatkan materi pembelajaran secara utuh dan proses pemahaman pun terbatas dan dibatasi oleh internet. Ketimpangan akses terhadap internet tersebut dapat terlihat jelas ketika kita membandingkan data antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Kedua, permasalahan kapabilitas tenaga pengajar yang kesulitan beradaptasi dengan metode pembelajaran PJJ. Secara umum PJJ menambahkan beban kepada guru karena kebanyakan dari mereka baru pertama kali melakukan pembelajaran dari jarak jauh. Dengan adanya pandemik Covid-19, sekolah mengerti bahwa proses belajar tidak bisa dilakukan dalam waktu yang lama seperti pada situasi normal. Akibatnya, guru terpaksa memadatkan materi pembelajaran yang banyak dalam beberapa jam saja
Gambaran pembelajaran daring juga dikaji dari pemerataan jaringan internet di seluruh wilayah di Indonesia. Berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJI1) Februari 2020 bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia sebanyak 143,26 Juta atau sekitar 55 %. Artinya masih ada 45 % yang belum tersentuh internet. Bagi sekolah dan guru yang berada di wilayah terpencil, permasalahannya juga tentang cara mengatasi keterbatasan-keterbatasan fundamental seperti akses internet yang tidak ada atau tidak stabil, keterbatasan finansial keluarga murid, dan fasilitas digital sekolah yang terbatas. Bagi wilayah pedesaan yang masih bisa mengakses internet, biaya menjadi kendala karena keluarga murid yang tidak bisa membayar pulsa dan paket data internet bagi anaknya.Pada akhirnya guru kerap terpaksa mendatangi murid ke rumah masing-masing meskipun beresiko menyebarkan penyakit Covid-19.
Berbicara ketimpangan pendidikan, kita kaji dulu dari istilah pendidikan.Tujuan dari pendidikan nasional tidak saja hanya mencetak sumber daya manusia yang cerdas akan tetapi juga mampu mencetak kepribadian yang berkarakter, berakhlak, kreatif, memiliki misi visi dan bertanggung jawab serta sebagai warga negara yang baik. Kesuksesan seseorang tidak pernah lepas dari potensi yang dimiliki oleh orang tersebut. Potensi dalam arti tidak saja berbicara tentang skill akan tetapi meliputi kemampuan seseorang mengimplementasikan potensi yang dimiliki untuk orang banyak, kemampuan mengelola diri dan orang lain (Arsyad, 2010; Todaro & Smith, 2011). Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan ekonomi. Hal ini dilandasi pernyataan beberapa ekonomi bahwa sumber daya manusia yang berkualitas merupakan faktor penting dalam pembangunan ekonomi. Adapun untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah dengan melalui pendidikan. Oleh karena itu, untuk memajukan suatu daerah yang perlu ditingkatkan adalah pendidikannya (Santoso, 2020).
Kemudian pendapat yang berbeda tentang ketimpangan pendidikan merupakan suatu kondisi yang menggambarkan pemerataan pendidikan yang diterima oleh masyarakat. Ketimpangan pendidikan menjadi sangat penting dalam mengetahui efektivitas dari sistem pendidikan dan sebagai alat ukur untuk mengevaluasi proses pendidikan. Ketimpangan pendidikan dapat diakibatkan oleh berbagai macam faktor yang terkait dengan akses terhadap jenjang pendidikan (Suratman et al., 2014).
Menurut Tesfeye dalam Evi (2020) terdapat 4 faktor yang mempengaruhi ketimpangan pendidikan yakni: 1) Karakteristik keluarga yang terdiri dari pendapatan, tingkat kesejahteraan, ukuran keluarga, tingkat pendidikan orang tua. 2) Karakteristik anak atau siswa yang terdiri dari tingkat kemampuan siswa, kesehatan, gizi, daya kognitif, dan jenis kelamin. 3) Kualitas pendidikan di antaranya kualitas pengajaran, rasio siswa dan guru, ukuran kelas, kualifikasi guru, kualitas ruang kelas dan peralatan belajar, kurikulum, infrastruktur sekolah dan pemeliharaan rutin, pasokan listrik,fasilitas air minum dan toilet. 4) Tingkat rate of return dari pendidikan. Negara dengan tingkat ketimpangan pendidikan tinggi secara konsisten menunjukkan tingkat inovasi yang lebih rendah, rendahnya tingkat efisiensi produksi, dan kecenderungan untuk mentransmisi kemiskinan lintas. Sedangkan menurut Efendy (2016) ada tiga jenis kesenjangan dalam pendidikan tarsebut yakni: 1) Kesenjangan struktural yang disebabkan karena kebijakan. 2) Kesenjangan kultural karena budaya, misalnya ada orang yang masih menganggap pendidikan kurang penting. 3) Kesenjangan spasial karena perbedaan desa dan kota. Yang tinggal di desa harus ada usaha lebih banyak untuk dapat mengakses.
Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang mengalami permasalahan belum merata jaringan internet ke suluruh nagari di kabupaten Kota. Berikut Kabupaten/Kota yang bermasalah dalam akses jaringan internet.
Berdasarkan Tabel 1, gambaran yang bisa diperoleh bahwa wilayah yang belum terjangkau internet itu berada di kabupaten-kabupaten dan salah satu wilayah yang banyak titik-titik belum terjangkau internet adalah kabupaten Sijunjung yakni sebanyak 19 titik. Sehingga potensi ketimpangan pendidikan di Kabupaten Sijunjung berpotensi sangat besar. Salah satu daerah di Kabupaten Sijunjung yang belum menikmati akses internet adalah Nagari Sisawah Kecamatan Sumpur Kudus yang merupakan salah satu desa atau istilah di Sumatera Barat dikenal dengan “Nagari” yang terletak diperbatasan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Riau (DetikNews, 2020). Keterbatasan jaringan internet yang menjadi masalah utama anak yang ada di Nagari Sisawah untuk belajar Jarak jauh pada masa pandemi Covid-19. Di Nagari ini terdapat 7 PAUD, 7 TK, Sekolah SD, dan 2 SMP. Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketimpangan pendidikan Nagari Sisawah Kabupaten Sijunjung pada Masa Covid-19. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1) Apa saja faktor penyebab ketimpangan pendidikan di Nagari Sisawah pada masa Covid-19? 2) Bagaimana solusi dalam mengatasi ketimpangan pendidikan di Nagari Sisawah pada masa Covid-19? Selanjutnya, temuan penelitian ini memberikan konstribusi kepada pemerintah daerah dalam pengambilan kebijakan bagi peserta didik yang melaksankan pendidikan secara daring dengan membangun infrastruktr jaringan internet. Bagi pihak sekolah untuk bisa melonggarkan kurikulum kepada peserta didik dalam proses pembelajaran.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif (Bungin, 2001). Penelitian ini
dilakukan di Nagari Sisawah atau Desa Sisawah, Kecamatan Sumpur Kudus, Kabupaten
Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat. Metode pengumpuan data yaitu observasi
partisipan, wawancara mendalam dan pengumpulan data dokumen. Unit analisis
individu dan kelompok dalam melihat fenomena pendidikan pada wilayah Nagari
Sisawah pada masa Covid-19. Unit analisis penelitian ini adalah masyarakat. Analisis
data mengunakan model Miles & Huberman (2014) yang dimulai dengan pengumpulan
data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Informan penelitian ini
masyarakat yang tinggal di wilayah Sisawah dan peserta didik yang masih duduk dibangku pendidikan baik tingkat sekolah dasar, sekolah menegah pertama, sekolah
menegah atas dan perguruan tinggi.
Pembahasan
Gambaran Umum Nagari Sisawah
Nagari Sisawah atau Desa Sisawah merupakan salah satu Nagari yang ada di
Kecamatan Sumpur Kudus Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat. Nagari ini
sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sijunjung, sebelah timur berbatasan
dengan Kecamatan Koto VII, sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sijunjung,
sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Riau (Rimbo/HutanLisun).
Penduduk Nagari Sisawah tersebar di 7 buah jorong yaitu Jorong Koto Baru, Jorong Koto Sisawah, Jorong Simawik, Jorong Rumbai, Jorong Sungai Tampang, Jorong Subalin dan Jorong Kabun. Jarak antara Jorong dengan Jorong yang lainnya cukup relatif jauh, lebih kurang 7 km dari ibukota nagari. Kantor walinagari terletak di tengah-tengah kenagarian Sisawah, jarak tempuh ke jorong-jorong membutuhkan waktu yang hampir sama. Jorong Simawik yang letaknya 7 km dari pusat pemerintahan nagari. Wilayahnya terdiri dari perbukitan yang dipenuhi oleh perkebunan karet sebagai mata pencarian utama penduduk. Pemukiman penduduk sebagian besar dilembah dan sepanjang aliran sungai batang Sumpur. Keadaan ekonomi penduduk Jorong Simawik dapat disimpulkan masih tergolong menengah kebawah, kondisi transportasi yang belum memadai dan pemanfaatan sumber daya alam belum maksimal. Keadaan topografi dan kondisi penduduk yang hampir sama dengan Jorong Simawik yakninya Jorong Rumbai. Jorong berikutnya, yakni Jorong Sungai Tampang yang terletak disebelah barat nagari Sisawah, jorong ini adalah satu-satunya jalan keluar dari nagari Sisawah yang menggunakan roda empat. Dilihat dari keadaan alamnya, wilayah ini dikelilingi gunung batu, tidak ada sungai besar. Pemukiman penduduk di lembah-lembah gunung, letaknya 7 km dari pusat pemerintahan nagari. Jorong ini terdapat banyak sekali “ngalau” yang tanahnya digunakan untuk pupuk pertanian sawah di nagari Sisawah. Dengan kondisi topografi wilayahnya, pemukiman penduduk tidak merata karena dipenuhi oleh gunung batu.
Mengarah ke selatan, terdapat pemukiman sekelompok penduduk disepanjang aliran batang Sumpur yang hampir mencapai muara di Batang Sinamar, wilayah ini disebut dengan nama Subalin merupakan salah satu jorong di nagari Sisawah yang berbatasan dengan Nagari Padang Laweh kecamatan Koto VII, Subalin juga sebagai pintu masuk menuju Nagari Sisawah dengan jalan alternative dari pusat kabupaten dan provinsi, kondisi jalan aspal semen hanya dilalui roda dua menelusuri tepi sungai batang sumpur. Jorong ini dikelilingi oleh gunung batu yang tidak aktif yang dibawahnya dilalui aliran batang Sumpur.
Jorong Koto Baru dan Jorong Koto Sisawah terletak di pusat pemerintahan Nagari, kantor wali nagari pasar nagari Sisawah berada di dalam wilayah Jorong Koto Baru. Untuk Jorong kabun, hampir sama topografinya dengan jorong Subalin, samasama dikelilingi oleh gunung batu yang tidak aktif, tetapi jorong kabun lebih terjal dan penuh bebatuan di sekitar pemukiman penduduk.
Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Ketimpangan Pendidikan di Nagari Sisawah
pada Masa Covid-19
Kesenjangan pendidikan yang terdapat di pedesaan, terdapat berbagai aspek dan
faktor penyebabnya. Diperparah dengan adanya kuliah jarak jauh dengan media atau
platform tatap maya atau belajar bersifat online. Sehingga kondisi ini menjadi
permasalahan besar bagi masyarakat pedesaan, terutama di Nagari Sisawah. Suatu hal
kondisi yang tidak pernah dibayangkan oleh masyarakat untuk tidak bersekolah di
dalam ruang kelas. Harus belajar dari rumah. Adapun ketimpangan pendidikan yang
terjadi di Nagari Sisawah pada masa Covid-19 meliputi kondisi wilayah di pedalaman,
daerah yang tidak terjangkau oleh jaringan telepon seluler dan jaringan internet, tidak
semua anak memiliki peralatan penunjang untuk kuliah daring, dan sulitnya
menentukan metode pembelajaran untuk anak-anak yang bersekolah di dalam Nagari
Sisawah.
1) Kondisi wilayah di pedalaman
Berdasarkan gambaran umum wilayah Nagari Sisawah dapat diketahui bahwa
Nagari ini terletak di Wilayah Pedalaman Kabupaten Sijunjung. Kondisi Wilayah yang
masih alami, terletak di tepi Rimbo Lisun atau Rimba yang membatasi wilayah
Sumatera Barat dengan Provinsi Riau. Kondisi ini juga mempengaruhi tingkat
pendidikan di Nagari Sisawah. Akses transportasi merupakan salah satu faktor penentuan perkembangan suatu
wilayah pada suatu daerah. Berikut gambaran jalan sebagai akses di Nagari Sisawah ke
Pusat Kecamatan Sumpur Kudus Kabupaten Sijunjung.
Jalan yang ada pada Gambar 1 merupakan jalan yang dilalui oleh anak-anak di Nagari Sisawah menuju lokasi yang memiliki jaringan internet. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah seorang mahasiswa di Perguruan Tinggi di Kota Padang yang berasal dari Nagari Sisawah yang harus mencari jaringan ke sebuah bukit, ditengah hutan bersama teman-temannya.
“Jam 06.30 wib sudah harus berangkat menuju puncak sinyal (istilah daerah yang ada sinyal), karena jauh dijalan. Kalau terlambat, maka ketinggalan untuk kuliah online. Jaringan internet lambat kalau datang siang”.
Kondisi transportasi dan akses terbatas sehingga menjadi hambatan bagi anakanak untuk kuliah online. Kondisi ini jauh dari idealnya potret pendidikan Indonesia. Selain akses jalan, kondisi penerangan juga menjadi faktor penting untuk kuliah online karena kuliah menggunakan teknologi berupa handphone dan laptop. Bantuan penerangan atau PLN untuk jorong Simawik, Jorong Rumbai, Jorong Subalin baru dialiri listrik tahun 2019. Artinya Nagari ini memang benar- benar berada di pedalaman.
2) Daerah yang tidak terjangkau oleh jaringan telepon seluler dan jaringan
internet
Permasalahan besar lain yang dihadapi oleh anak-anak sekolah di Nagari Sisawah
adalah tidak ada jaringan internet dan sinyal telepon seluler, memang permasalahan
utama pada daerah pedalaman dalam belajar jarak jauh adalah tidak terjangkau jaringan
internet. Bagi sekolah dan guru yang berada di wilayah terpencil, permasalahannya juga
tentang cara mengatasi keterbatasan-keterbatasan fundamental seperti akses internet
yang tidak ada atau tidak stabil, keterbatasan finansial keluarga murid, dan fasilitas
digital sekolah yang terbatas. Penulis melihat ini merupakan kondisi yang
mempengaruhi seluruh aspek, baik dari sisi siswa yang belajar maupun guru yang
memberi materi pembelajaran. Pada satu sisi, kebijakan pemerintah untuk tidak
memperbolehkan ke sekolah untuk belajar, pada sisi lain guru dan siswa di Nagari
Sisawah tidak punya media lain untuk melanjutkan proses pembelajaran. Sehingga ini
menjadi dilema dan permasalahan bagai guru dan anak-anak yang sekolah.
Keseluruhan jorong (dusun) di Nagari Sisawah tidak memiliki akses internet dan sinyal telepon. Sehingga permasalahan ini merata di daerah ini. Setiap Jorong ada sekolah PAUD, TK dan SD. Sedangkan untuk Sekolah Menengah Pertama hanya ada di pusat Nagari yakni di Jorong Koto Sisawah dan Jorong Kabun. Untuk anak-anak yang belajar di luar Nagari Sisawah seperti siswa Sekolah Menengah Atas dan Perguruan Tinggi, tentu harus mencari wilayah tertentu yang ada jaringan internet.
3) Tidak semua anak memiliki peralatan penunjang untuk kuliah daring
Permasalahan lain pada pembelajaran daring ini adalah ketersediaan peralatan
atau sarana dan prasarana yang dimiliki oleh anak yang terbatas. Permasalahan ini lebih
banyak melanda anak-anak yang bersekolah di luar karena mereka harus belajar daring
atau online. Seperti wawancara penulis dengan orangtua salah satu siswa yang
bersekolah di SMA Negeri di Muaro Sijunjung.
“Ado-ado sae sekolah kini, harus pakai HP bagai. Dela (anaknya) dak nawuh HP deh. Ambo dak ado pitih mambolinyo. Kecek ambo ka dela, dak sikolah lai. Tapi dek alah satangah j, sayang kalau bonti.Tapaso holing pitih ka induk samang, beko dibayiah sangenek- ngengek wak manimbang gota. Mudahan pitih PKH kaluao, jadi itu nankadibayiahkan”. (Ada-ada saja sekolah zaman sekarang, harus pakai hanphone sehala.Dela (anaknya) tidak punya Hanphone yang bisa digunakan belajar daring.Saya tidak punya uang untuk membelinya.Kata Saya berhenti saya sekolah, tapi karena sudah dipertengahan, sayang berhenti.Maka, terpaksa saya pinjam uang kepada Induk Semang.Nanti rencana dicicil pada waktu menimbang karet.Tapi mudah- mudahan Uang PKH cair, nanti bisa dibayarkan tanpa harus dicicil).
4) Sulitnya menentukan metode pembelajaran untuk anak-anak yang bersekolah
di dalam Nagari Sisawah
Sejak keluarnya Surat Edaran Kemendikbud Nomor 40 Tahun 2020 tentang
“Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus
Disease (COVID-19)”, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem
Makarim, mengambil sejumlah kebijakan untuk menghadapi pandemi. Kebijakan
tersebut di antaranya adalah penghapusan Ujian Nasional; perubahan sistem Ujian
Sekolah; perubahan regulasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB); dan penetapan
belajar dari rumah (pembelajaran daring).
Kemudian kebijakan ini diturunkan ke level bahwa yakni dinas Pendidikan tingkat Kabupaten bahwa persekolah dengan tatap muka di dalam kelas dalam jumlah yang banyak ditiadakan. Belajar dari rumah, menggunakan platform pembelajaran online. Permasalahan ini menjadi dilema yang harus dicari solusinya bersama
Guru-guru yang mengajar di Nagari Sisawah pada umumnya hampir 85 % berasal dari pusat kabupaten Sijunjung. Artinya tidak berdomisili di Nagari Sisawah. Berdasarkan wawancara dengan salah satu Guru SD di Jorong Simawik diperoleh informasi bahwa disepakati pada siswa di tingkat PAUD dan Taman Kanak-kanak diliburkan, untuk Anak Sekolah Dasar (SD) masuk 2 kali seminggu untuk mengumpulkan tugas dan mengambil tugas berikutnya. Untuk anak Sekolah Menengah Pertama, berganti sekolah dua seminggu dan Gurunya mengadakan piket untuk menerima dan memberikan tugas kepada siswa.
Solusi Mengatasi Ketimpangan Pendidikan di Nagari Sisawah
Untuk menyelesaikan permasalahan ketimpangan pendidikan di Nagari Sisawah
pada masa Covid-19, sudah ada kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh berdasarkan
faktor-faktor penyebab ketimpangan dan diskusi peneliti dengan masyarakat di Nagari
Sisawah, maka direkomendasikan solusinya sebagai berikut:
1) Pemerintah
Sebagai masyarakat yang tinggal di wilayah Indonesia, tentunya sudah
mengetahui bahwa masyarakat Indonesia itu memiliki keanekaragaman dari
karakteristiknya wilayahnya. Ada yang dipedalaman dan perkotaan. Keanekaragaman
itu ternyata bisa juga menjadi faktor yang menimbulkan ketimpangan pendidikan. Oleh
karena itu, sangat penting adanya sebuah usaha untuk meningkatkan sarana dan
prasarana penunjang pendidikan, meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang
ada. Peningkatan kualitas penduduk dapat dilakukan melalui berbagai usaha. Upayaupaya tersebut adalah: a) Memperbaiki kualitas pendidikan. b) Meningkatkan fasilitas
kesehatan, baik kualitas tenaga medis maupun peningkatan pelayanan kesehatan. c)
Melakukan pemberdayaan kelompok masyarakat, misalnya dengan memberikan
penyuluhan atau pengarahan pada masyarakat.
Kondisi ketertinggalan di Nagari Sisawah menjadi permasalahan yang harus dituntaskan atau dilakukan percepatan pembangunan. Nagari ini berpotensi wisata alam yang besar karena terkenal dengan Negeri Seribu Ngalau. Harus ada akses jalan yang bagus sehingga siswa mudah melewati jalan tersebut menuju tempat sinyal pada masamasa daring sekarang.
Dinas Pendidikan memberikan aturan yang berbeda untuk daerah yang tidak ada sinyal karena kondisi yang berbeda. Jadi tidak bisa disamakan aturannya. Daerah-daerah ini sebetulnya tidak urgent untuk belajar di rumah karena mereka berinteraksi sebatas penduduk yang ada di nagari tersebut, dan minim peluang untuk terkonfirmasi wabah Covid-19.
Kesulitan sinyal seharusnya bisa dicarikan solusinya oleh pemerintah Nagari dengan memperbolehkan anak-anak belajar di Kantor Wali Nagari karena kantor Walinagari disediakan jaringan khusus, tanpa memungut bayaran karena untuk sekolah online saja sudah memberatkan orangtua dan anak-anak. Selanjutnya, harus ada pemasangan tower penangkap sinyal dalam waktu dekat di Nagari Sisawah, sehingga permasalahan jaringan bisa diatasi karena masalah jaringan. Masalah ini adalah masalah yang urgen pada era digital danteknologi.
2) Sekolah
Sekolah memberikan pelayanan pendidikan darurat pada kondisi darurat Covid-19
ini, sehingga dipastikan siswa bisa menerima ilmu walaupun sekolah tidak penuh.
Tugas yang diberikan alangkah bagusnya direview atau di evaluasi, sehingga proses
pembelajaran tetap jalan walaupun kondisi yang belum memungkinkan.
3) Masyarakat/orang tua
Permasalahan lain yang timbul dari belajar dari rumah atau tidak belajar malahan
adalah kontrol penggunaan handphone atau media sosial. Anak-anak yang pergi ke
tempat sinyal, dari pagi sampai sore, tidak ada pengawasan dari orang tua. Apa saja
yang diakses oleh siswa selain dari materi pelajaran karena siswa di Nagari Sisawah
tidak merata sebelumnya yang punya handphone android. Artinya anak-anak ini baru
memakai alat elektronik ini.Jadi perlu sosialisasi cerdas menggunakan handphone dan
orang tua mengawasi anak-anak menggunakan handphone. Orang tua harusnya juga
belajar bagaimana mengoperasikan handphone bagi yang belum bisa, karena perlu
mengecek handphone anak-anak, agar tidak terjerumus pada hal-hal yang diperlu
ditonton, dibaca atau di download oleh anak-anak.
Kesimpulan
Penelitian ini menemukan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
ketimpangan pendidikan di Nagari Sisawah selama masa Covid-19 adalah: 1) Kondisi
wilayah Nagari Sisawah yang terletak dipedalaman. 2) Nagari Sisawah merupakan salah
satu daerah yang tidak terjangkau jaringan seluler dan jaringan internet, sehingga
menyulitkan siswa untuk belajar daring. 3) Tidak semua anak memiliki peralatan atau
media penunjang sekolah atau kuliah daring. 4) Sulitnya menentukan metode
pembelajaran untuk anak-anak yang bersekolah di dalam Nagari Sisawah. Dari temuan
tersebut, solusi untuk mengatasi ketimpangan yaitu melakukan kerjasama dengan
berbagai pihak terutama pihak pemerintah, sekolah dan orangtua untuk peningkatan
kualitas pendidikan. Berkaitan dengan hal tersebut, keterbatasan penelitian ini adalah
belum mampu menggambarkan secara komprehensif keadaan pelaksanaan pendidikan
di Nagari Sisawah, sehingga saran untuk peneliti selanjutnya dapat menggunakan
berbagai tekhnik pengumpulan data untuk menyempurnakan hal tesebut. Selain itu,
untuk mengatasi permasalahan ketimpangan pelaksanaan pembelajaran di masa Covid19, perlu dikembangkan dalam kajian media pembelajaran, strategi pembelajaran dan
metode pembelajaran daring di wilayah pedesaan.
Referensi
Adriani, S. R. C., Khoirot, S., Sawitri, S. S., & Nurjanah, N. (2021). Dampak Pembelajaran Jarak Jauh Pada Masa Covid-19 di SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo. JURNAL PENDIDIKAN, 30(1), 53–58.
Ari Budi Santoso. (2020). Potret Pendidikan di Tahun Pandemi: Dampak COVID-19 Terhadap Disparitas Pendidikan di Indonesia. CSIS CommentariesDMRU-079-ID, 1(1). Bungin, B. (2001).
Metodologi penelitian kualitatif. Jakarta: Rajawali Press. DetikNews. (2020). Warga Nagari Sisawah Keluhkan Jalan Terisolir-Susah Sinyal ke Andre Rosiade. News.Detik.Com.
Dzaljad, R. G. (2020). Transformasi Sosial dalam Proses Pendidikan di Masa Pandemi Covid-19. MAARIF, 15(2), 305–324.
Elfis, M. (2020). Sumbar data “titik buta” internet untuk dukung belajar daring. Padang.
Fitri, W., Octaria, M., & Suwanny, N. (2020). Tantangan dan Solusi terhadap Ketimpangan Akses Pendidikan dan Layanan Kesehatan yang Memadai di Tengah Pandemi Covid-19. Jurnal Syntax Transformation, 1(10), 766–776.
Herliandry, L. D., Nurhasanah, N., Suban, M. E., & Kuswanto, H. (2020). Pembelajaran pada masa pandemi covid-19. JTP-Jurnal Teknologi Pendidikan, 22(1), 65–70.
L.Arsyad. (2010). Ekonomi Pembangunan (Edisi ke-5). Yogyakarta: Unit Percetakan STIM YKPN Yogyakarta.
M. Todaro & S.C. Smith. (2011). Pembangunan Ekonomi: Edisi kesebelas Jilid 1. (Edisi 11). Jakarta: Erlangga.
Miles, M. B., & Huberman, A. M. (2014). Qualitative data analysis: a methods sourcebook. USA: Sage Publications.
Nugrahani, F., & Hum, M. (2014). Metode penelitian kualitatif. Solo: Cakra Books.
Suratman, B., Soesatyo, Y., & Soejoto, A. (2014). Analisis Faktor Yang Memengaruhi Ketimpangan Pendidikan. Jurnal Ilmu Pendidikan, 20(2).
Zahrawati, F., & Nurhayati. (2021). The challenge of online learning in curriculum2013 during COVID-19 pandemic: study of social science teachers at MAN 2 Parepare. Sociological Education, 2(1), 9–14.
Zahrawati, F., & Ramadani, A. N. (2021). Problematika implementasi kurikulum 2013 terhadap proses pembelajaran pada masa pandemik COVID-19. Bidayatuna : Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, 04(01), 59–74.
No comments:
Post a Comment