PROPOSAL
SEJARAH
POLITIK
“SISTEM ADMINISTRASI NEGARA PADA PEMERINTAHAN KOLONIAL BELANDA DI
INDONESIA”
Diajukan sebagai tugas
akhir mengikuti ujian akhir semester
Disusun
Oleh
Felia Siska
10020012
A/10
Dosen
Pembimbing : Drs. Zulkifli Aziz
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) PGRI PADANG
SUMATERA BARAT
2012
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat, kekuatan, dan
kemampuan sehingga Penulis dapat menyelesaikan Makalah Sejarah Politik tentang “Sistem
Administrasi Negara Pada Masa Pemerintahan Kolonial Belanda”.
Makalah
ini membahas Sistem
Administrasi pemerintahan Kolonial Belanda, mulai dari pemerintahan VOC,
Kebijakan yang diterabkan Deandels, Tanam paksa sampai pada cultur Stelsel.
Penulis mengkaji tidak hanya mengkaji Administrasinya saja, akan tetapi
Struktur Birokrasinya juga menjadi bahan kajian penulis dalam menyelesaikan
Makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini mempunyai banyak kelemahan dan kekurangan, untuk
itu Penulis mengharapkan kritik, saran dan sumbangan pemikirannya demi
sempurnanya Makalah ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih atas
dukungan dari berbagai pihak dalam pembuatan Makalah tentang Sistem
Administrasi Negara Pada Masa Pemerintahan Kolonial Belanda.
Padang,
Oktober 2012
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR
ISI
........................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah .............................................................................................. 2
C. Batasan
Masalah ................................................................................................ 2
D. Tujuan
................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sistem
Pemerintahan Kolonial............................................................................ 3
B. Masa
Tanam Paksa (Cultur Stelsel)..................................................................... 6
C. Birokrasi
Zaman Kolonial Belanda..................................................................... 7
D. Sistem
Hukum Pemerintahan Kolonial Belanda................................................. 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
........................................................................................................ 11
B. Saran
.................................................................................................................. 11
C. Refleksi............................................................................................................... 12
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apabila melihat evolusi pemerintahan Kolonial
Belanda di Indonesia pada abad 19 dan 20, maka adalah mutlak perlu untuk tidak
hanya memperhatikan yang berubah-ubah antara korps pegawai pemerintah Belanda
dan pejabat bumiputera serta penduduk negeri jajahan umumnya sama penting ialah
untuk memperhatikan gagasan-gagasan yang berkembang di sekitar perubahan
politik, baik di negeri induk (moderland) maupun di negeri jajahan Hindia
Belanda itu sendiri.
Disamping itu juga diketahui bahwa corak
pemerintahan yang diterapkan di Hindia Belanda tidaklah berkembang menurut
garis-garis yang sama dari masa ke masa dan antara daerah yang satu dengan yang
lainnya. Sebenarnya keputusan yang mengikat (otoritatif) tentang kebaikan
bersama yang berupa alternatif dengan tujuan mencapai tujuan masyarakat-negara.
Birokrasi
pemerintahan kolonial disusun secara hierarki yang puncaknya pada Raja Belanda.
Dalam mengimplementasikan kebijakan pemerintahan di Negara jajahan, Ratu
Belanda menyerahkan kepada wakilnya, yakni seorang gubernur jenderal.
Pelayanan
publik pada masa pemerintahan kolonial Belanda tidak terlepas dari sistem
administrasi pemerintahan yang berlangsung pada saat itu. Kedatangan penguasa
kolonial tidak banyak mengubah sistem birokrasi dan adminitrasi pemerintahan
yang berlaku di Indonesia, sebagai bangsa pendatang yang ingin menguasai
wilayah nusantara baik secara politik maupun ekonomi, pemerintah kolonial
menjalin hubungan politik dengan pemerintah kerajaan yang masih disegani oleh
masyarakat, motif utamanya adalah menanamkan pengaruh politiknya terhadap elite
politik kerajaan.
B. Batasan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah maka materi yang dikaji
akan difokuskan pada pembahasan mengenai aspek berikut :
1) Sistem
Pemerintahan Kolonial
2) Masa
Tanam Paksa (Cultur Stelsel)
3) Birokrasi
Zaman Kolonial Belanda
4) Sistem
Hukum Pemerintahan Kolonial Belanda
C. Rumusan masalah
Berdasarkan batasan masalah maka, dapat dirumuskan
permasalahannya yaitu sebagai berikut :
1)
Bagaimana Sistem pemerintahan Kolonial ?
2)
Bagaimana Sistem Administrasi Negara
kolonial pada masa tanam paksa?
3)
Bagaimana Sistem Birokrasi Negara Zaman Kolonial Belanda ?
4)
Bagaimanakah Sistem Hukum pemerintahan
Kolonial Belanda ?
D. Tujuan
Pada pembuatan makalah ini, penulis memiliki maksud dan
tujuan untuk menjawab rumusan masalah diatas yang akan dikemukakan pada subbab.
Adapun ruang lingkup pembahasan mencakup hal dibawah ini :
1. Bertujuan untuk menjelaskan Sistem
Pemerintahan Kolonial
2. Bertujuan untuk menjelaskan Sistem
Administrasi Negara kolonial pada tanam paksa
3. Bertujuan untuk menjelaskan sistem
birokrasi Negara zaman kolonial Belanda
4. Bertujuan untuk menjelaskan sistem
hukum pemerintahan kolonial Belanda
BAB II
PENDAHULUAN
A.
Sistem
pemerintahan Kolonial
Kedatangan Belanda ke Indonesia yang
pada awalnya hanya mencari rempah-rempah ternyata berubah menjadi menyusun
kekuatan untuk mendirikan kekuasaan di Indonesia. Pada 20 Maret 1602 didirikan
VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) dengan Gubernur Jendral pertamanya
Pieter Both, dengan tujuan Menghindari persaingan dagang antar sesama pedagang
Belanda, Memonopoli rempah-rempah di Hindia Timur, Menghadapi persaingan dengan para pedagang
asing dan Menghadapi kerajaan-kerajaan di Indonesia. Pemerintah Kerajaan
Belanda memberikan VOC hak Istimewa yang
dengan “ Hak Octroy “ berisi :
1. Hak untuk memerintah di Negara
jajahan
2. Hak untuk memonopoli perdagangan
3. Hak untuk mencetak mata uang sendiri
4. Hak untuk memiliki angkatan perang
sendiri
5. Hak untuk memiliki senjata
6. Hak untuk mengadakan perjanjian
7. Hak untuk mengumumkan perang.
Melalui lembaga dagang VOC, terbentuklah
cita-cita mencari kekayaan di Indonesia, serta memengaruhi berbagai hal di
Indonesia, antara lain, lembaga dagang VOC memiliki pengurus terdiri dari tujuh
belas orang yang disebut De Heeren Zeventien (Dewan Tujuh Belas) yang berpusat
di negeri BelandaSebagai pelaksana harian di Indonesia, Dewan Tujuh Belas
mengangkat gubernur jenderal yang didampingi Dewan Hindia. Dewan Hindia
(Ideler) ini beranggotakan sembilan orang yang sebagian menjabat gubernur di
daerah seperti Banten, Cirebon, dan Surabaya. Gubernur jenderal bersama Dewan
Hindia mengemudikan pemerintahan VOC di Indonesia yang kekuasaannya tidak
terbatas. Selain gubernur jenderal, diangkat pula seorang direktur jenderal
yang bertugas mengurusi perniagaan serta mengurus perkapalan.
VOC mengalami kehancuran,kemerosotan di
wilayah laut disebabkan karena permusuhan yang terjadi antara Belanda dan
Inggris dan penyebab lainnya di Indonesia terjadi perlawanan dari berbagai
daerah sehingga banyaknya dana yang dikucurkan untuk biaya perang.
Selanjutnya Indonesia diperintah oleh
Daendels, seorang yang pandai tetapi diktator. Ia membagi Pulau Jawa menjadi
sembilan karesidenan yang dikepalai oleh seorang perfect. Ia juga mendirikan
Pengawas Keuangan (Algemene Rekenkamer). Sikap otoriter Daendels menyebabkan
banyak peperangan dengan raja-raja daerah serta keburukan pemerintahannya
sehingga ia ditarik kembali pulang ke negeri Belanda.
Tujuan dikirimnya Gubernur Jenderal
Daendels ke Jawa adalah untuk memperkuat pertahanan Jawa sebagai basis melawan
Inggris di Samudera Hindia. Daendels adalah seorang pemuja prinsip-prinsip
revolusioner ala Revolusi Prancis. Napoleon Bonaparte adalah idolanya. Usahanya
dalam membangun Pulau Jawa salah satunya adalah dengan jalan memberantas
ketidakefisienan, penyelewengan, dan korupsi yang menyelimuti administrasi di
pulau tersebut.
Dalam rangka mempertahankan Jawa
dari serangan Inggris, Daendles membuat beberapa kebijakan, di antaranya :
1) Membuat Grote Postweg (Jalan
Raya Pos) dari Anyer (Banten) sampai Panarukan (Jawa Timur); jalan ini
didirikan agar di setiap kota/kabupaten yang dilaluinya terdapat kantor-kantor
pos; dengan adanya pos-pos ini maka penyampaian berita akan lebih cepat
sehingga berita apa pun akan lebih cepat diterima.
2) Mendirikan benteng-benteng
pertahanan sebagai antisipasi terhadap serangan dari tentara Inggris yang juga
ingin menguasai Jawa.
3) Membangun pangkalan angkatan laut di
Merak dan Ujung Kulon.
4) Menambah jumlah pasukan dari 4.000
orang menjadi 18000 orang, yang sebagian besar orang-orang Indonesia (dari
Maluku, Jawa).
5) Mendirikan pabrik senjata di
Semarang dan Surabaya.
Selain
itu, Daendels juga mengubah sistem pemerintahan tradisional dengan sistem
pemerintahan Eropa. Pulau Jawa di bagi menjadi sembilan prefektur (keresidenan),
yang dikepalai oleh seorang residen yang membawahkan beberapa bupati
(kabupaten). Para bupati ini diberi gaji tetap dan tidak diperkenanan meminta
upeti kepada rakyat. Dampaknya kewibawaan para bupati dihadapan rakyatnya
menjadi merosot, karena bupati adalah pegawai pemerintah yang harus tunduk
kepada keinginan pemerintah.
Rakyat
Indonesia mengalami penderitaan yang sangat hebat. Selain dituntut untuk
membayar pajak-pajak pemerintah, mereka juga diharuskan terlibat dalam kerja
paksa (rodi) pelaksanaan pembangunan Jalan Raya Pos. Untuk menutupi biaya
pembangunan, tanah-tanah rakyat dijual kepada orang-orang partikelir Belanda
dan Tionghoa. Penjualan tanah juga termasuk penduduk yang mendiami wilayah
tersebut, sehingga penderitaan rakyat kecil semakin bertambah akibat dari
tindakan sewenangwenang para pemilik tanah. Ribuan rakyat Indonesia meninggal
dalam pembuatan Jalan Raya Pos dikarenakan kerja yang sangat berat sedangkan
mereka tidak dibayar dan diberi makan dengan layak.
Daendels
membagi wilayah pemerintahanya dalam “perfectur” yang bisa di samakan dengan
gewes dan dikepalai oleh seorang perfect.
Istilah perfect adalah suatu istilah prancis nama itu dipakai, karena Deandels
terkenal sebagai seorang pengagum Perancis. Jalan pemerintah pada masa itu
sangat sentralistis, ia lah dari gubernur jendral kepada perfect, perfect
kepada bupati, dan bupati kepada pegawai bawahannya
B. Masa Sistem Tanam Paksa (Cultuur
Stelsel)
Pada masa awal ke-19 pemerintahan
Belanda mengeluarkan dana yang sangat besar untuk membiayai peperangan di Eropa
maupun di Indonesia, sehingga kerajaan Belanda harus menanggung hutang yang
sangat besar. Kesulitan ekonomi semakin parah dengan terjadinya pemisahan
Belgia (1830) dari Belanda, yang berakibat Belanda banyak kehilangan bisnis
industrinya. Maka dari itu, muncul pemikiran Van den Bosch dalam rangka
menyelamatkan negerinya. Ia menyatakan bahwa daerah jajahan merupakan tempat
mengambil keuntungan bagi negeri induknya (atau seperti dikatakan Baud “gabus
tempat Belanda mengapung”), artinya bahwa Jawa dianggap sebagai sapi perahan.
Antara tahun 1830-1870 giliran kaum konservatif Belanda yang mendominasi
Indonesia yang memberlakukan sistem tanam paksa atau cultuur stelsel. Sistem
tanam paksa didasarkan atas prinsip wajib atau paksa dan prinsip monopoli. Cultuur
stelsel diberlakukan oleh Gubernur Jenderal van den Bosch dengan tujuan
memperoleh pendapatan sebanyak mungkin dalam waktu singkat. Pemerintah kolonial
mengerahkan tenaga rakyat tanah jajahan untuk mengusahakan tanaman-tanaman
komoditas dunia. Berikut ini beberapa pokok kebijakan cultuur stelsel yaitu :
1) Rakyat wajib menyediakan seperlima
lahan garapannya untuk ditanami tanaman wajib (tanaman berkualitas ekspor).
2) Lahan yang disediakan untuk tanaman
wajib dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.
3) Hasil panen diserahkan kepada
pemerintah kolonial. Kelebihan hasil panen dibayarkan kembali kepada rakyat.
4) Tenaga dan waktu yang diperlukan untuk
menggarap tanaman wajib tidak boleh melebihi tenaga dan waktu yang diperlukan
untuk menanam padi.
5) Mereka yang tidak memiliki tanah
wajib bekerja selama 66 hari setahun di perkebunan milik pemerintah.
6) Penggarapan tanaman wajib di bawah
pengawasan langsung penguasa pribumi. Pegawai-pegawai Belanda mengawasi
jalannya penggarapan dan pengangkutan.
Menurut ketentuan dalam pasal 62
ayat (2) Undang-Undang Dasar Nederland, pemerintahan umum di hindia belanda
dilakukan oleh gubernur jendral atas nama raja. Pemerintahan itu
diselenggarakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam indise Staatsregeling
dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk raja. Gubernur jendral diangkat dan
diberhentikan oleh raja dan pelakasanaan tugasnya ia yang bertanggung jawab
kepada raja, sedangkan kepada mentri urusan daerah jajahan ia member segala
keterangan yang diminta tentang pemerintahan tersebut, dan ia haruslah seorang
belanda yang minimal berusia 30 tahun.
C. Birokrasi Zaman Kolonial Belanda
Pelayanan publik pada masa
pemerintahan kolonial Belanda tidak terlepas dari sistem administrasi
pemerintahan yang berlangsung pada saat itu. Kedatangan penguasa kolonial tidak
banyak mengubah sistem birokrasi dan adminitrasi pemerintahan yang berlaku di
Indonesia, sebagai bangsa pendatang yang ingin menguasai wilayah nusantara baik
secara politik maupun ekonomi, pemerintah kolonial menjalin hubungan politik
dengan pemerintah kerajaan yang masih disegani oleh masyarakat, motif utamanya
adalah menanamkan pengaruh politiknya terhadap elite politik kerajaan. Selama
pemerintahan kolonial terjadi dualisme sistem birokrasi pemerintahan. Di satu
sisi telah mulai diperkenalkan dan diberlakukan sistem administrasi kolonial (
binnenlandcshe Bestuur ) yang mengenalkan sistem birokrasi dan administrasi
modern, sedangkan pada sisi lain, sistem tradisional ( Inheemsche Bestuur )
masih tetap dipertahankan.
Birokrasi pemerintahan kolonial
disusun secara hierarki yang puncaknya pada Raja Belanda. Dalam
mengimplementasikan kebijakan pemerintahan di Negara jajahan, Ratu Belanda
menyerahkan kepada wakilnya, yakni seorang gubernur jenderal. Kekuasaan dan
kewenangan gubernur jenderal meliputi seluruh keputusan politik di wilayah
Negara jajahan yang dikuasai. Gubernur Jenderal dibantu oleh para gubernur dan
residen. Gubernur merupakan wakil pemerintah pusat yang berkedudukan di Batavia
untuk wilayah provinsi, sedangkan di tingkat kabupaten terdapat asisten residen
dan pengawas yang diangkat oleh gubernur jenderal untuk mengawasi bupati dan
wedana dalam menjalankan pemerintahan sehari – hari
D. Sistem
hukum Pemerintahan Kolonial belanda
Pada tahun 1838, di negeri Belanda
telah diundangkan hukum dagang dan hukum perdata. Hal ini terdorong oleh adanya
kegiatan perdagangan hasil bumi orang-orang Belanda dengan perantara pedagang
Cina. Politik hukum pemerintahan kolonial Belanda dapat diperlihatkan dalam
Pasal 131 Indische Staatsregeling yang menyangkut hukum orang-orang Indonesia.
Dalam pasal tersebut diatur bahwa hukum perdata dan dagang serta hukum acara
perdata dan pidana harus dimasukkan dalam kitab undang-undang. Golongan bangsa
Eropa harus menganut perundang-undangan yang berlaku di negeri Belanda,
sedangkan golongan bangsa Indonesia dan timur asing dapat dikenakan ketentuan
hukum orang Eropa apabila dikehendaki.
Pada tahun 1855 sebagian dari kitab
Undang-Undang Hukum Perdata telah memuat hukum kekayaan, begitu juga hukum
dagang bagi orang-orang Cina. Adapun dalam membentuk kitab undang-undang bagi
orang Indonesia. Pemerintah kolonial Belanda selalu menggunakan hukum adat
sebagai bahan pertimbangan hukum. Pada tahun 1819 didirikan “Hoog Gerechtschof”
(Mahkamah Agung), yang kemudian memiliki kekuasaan untuk mengawasi pengadilan
di Jawa. Pada tahun 1869 berdasarkan keputusan raja, para pegawai pamong praja
dibebaskan dari pengadilan pribumi. Pada
tahun 1918 berlaku hukum pidana Hindia Belanda yang didasarkan pada kitab
undangundang untuk pengadilan bagi orang Eropa dan pribumi tidak ada perbedaan
hukum.
Dengan dibubarkannya VOC, Indonesia
secara resmi berada langsung di bawah kekuasaan kerajaan Belanda dengan nama
Hindia Belanda. Sebelumnya, pada tahun 1795, Belanda sendiri telah menjadi
jajahan Perancis di bawah Kaisar Napleon Bonaparte, dan yang menjadi penguasa
Belanda adalah adiknya Napoleon yaitu Louis Napoleon yang berkuasa sejak 1806.
Jadi, secara tidak langsung, Indonesia berada di bawah kekuasaan Perancis. Ada
dua system yang diterabkan pemerintahan kolonial dalam mengawasi daerah jajahannya :
1)
Desentralisasi Teritorial Pada Masa
Pemerintahan Belanda
Pada tahun 1905 dalam pemerintahan di Indonesia dipakai
sistem pemerintahan yang dipusatkan/disentralisasi, Namun pada masa ini
disentralisasi sudah terlaksana tidak lebih dari satu sarana untuk mencapai
penyelenggaraan kepentingan-kepentingan setempat.
Sistem ini memberikan penilaian yang lebih tepat pada sifat
yang berbeda-beda dari wilayah dan penduduknya, pemerintahan Belanda pada masa
itu sifatnya pada sentralistis yang kuat dengan meminimalisirkan
desentralisasi.
Cara desentralisasi yang lain diselenggarakan
berdasarkan sistem anggaran regional. Menurut stelsel ini, dalam hubungan
anggaran Negara, pendapatan-pendapatan regional tertentu disediakan untuk
membiayai belanja-belanja regional.
2)
Pemerintahan Di Daerah
Pada
Pemerintahan daerah Indonesia dibagi oleh belanda secara :
1)
Wilayah
yang diperintah langsung oleh belanda
2)
Diperkenankan untuk terus melakukan hak
memerintah sendiri
3)
Pemerintahan
untuk pamong praja Belanda
4)
Pemerintahan
untuk pamong praja Indonesia
5)
Provinsi-provinsi
lainya
6)
Persekutuan-persekutuan
yang tegak sendiri
Dalam wilayah-wilayah yang sudah
patut utnuk diterapkan stelsel itu, pada waktu itu diperkirakan 25 regionen,
dengan demikian diusahakan kearah suatu pengurusan keuangan regional dengan
syarat, bahwa ada keseimbangan antara belanja regional dan pendapatan regional,
namun berhubung dengan keadaan yang dapat sangat berbeda di masing-masing
wilayah. Dengan menggunakan pendapatan regional tidak boleh disamaratakan,
melainkan harus benar-benar dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan yang
berbeda itu.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sistem Pemerintahan Kolonial Belanda di Indonesia
diawali dengan dibentuknya organisasi VOC
pada tahun 1602 di Belanda. Di wilayah jajahannya VOC juga diberi
hak-hak Istimewa untuk memudahkannya di negeri jajahan. Namun akhirnya VOC juga
mengalami kegagalan yang diakibatnya banyaknya pegawai VOC yang melakukan
kecurangan-kecurangan dan ditambah dengan situasi pemberontakan yang terjadi di
wilayah jajahan.
Sistem Administrasi yang diterabkan oleh pemerintah
colonial mengikuti pola barat, hal ini juga dilakukan oleh Deandels, Raflles
dan juga Van Den Boch. Dengan
dibubarkannya VOC, Indonesia secara resmi berada langsung di bawah kekuasaan
kerajaan Belanda dengan nama Hindia Belanda. Sebelumnya, pada tahun 1795,
Belanda sendiri telah menjadi jajahan Perancis di bawah Kaisar Napleon
Bonaparte, dan yang menjadi penguasa Belanda adalah adiknya Napoleon yaitu
Louis Napoleon yang berkuasa sejak 1806. Jadi, secara tidak langsung, Indonesia
berada di bawah kekuasaan Perancis.
B.
Kritik dan Saran
1. Makalah
ini hendaknya dilengkapi dengan buku sumber yang lebih banyak sehingga
pemahaman materi lebih rinci dan lebih
banyak perbandingannya.
2. Makalah
ini diharabkan bisa dijadikan bahan pembelajaran untuk materi yang tercakup.
DAFTAR PUSTAKA
Brousson,
Clokener. 2007. Batavia Awal Abad 20, Jakarta
: Komunitas bamboo
Enar,
Fatimah. 2008. Kapita Selekta Sejarah
Indonesia dan Dunia. Padang : Program
Jarak Jauh Unit Pembina Regional III IKIP Padang 1982
Kartodirjo,
Sartono, Dkk. 1975. Sejarah Nasional
Indonesia IV. Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pustaka.
Kartodirjo,
Sartono. 1999. Pengantar Sejarah
Indonesia Baru : 1500-1900 dari
Emporium
Sampai Imperium Jilid I. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.
Kencana,
Inu. 2003. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia. Jakarta : Bumi
Aksara
Riclefs,
M.C. 2005. Sejarah Indonesia Modern
1200-2004. Jakarta : PT Ikrar
Mandiriabadi.
Strong,
C.F. 2010. Konstitusi-konstitusi Politik
Modern : Studi Perbandingan tentang
Sejarah dan Bentuk. Bandung : Nusa media
Wikipedia bahasa Indonesia. Sistem Administrasi Negara pada Masa
colonial
Usman,
Syafarudin. Perjalanan Sejarah Ekonomi
Modern Indonesia.
Diunduh
Selasa,
16 Oktober 2012.
Inu Kencana,
Sistem Administrasi Negara
Republik Indonesia , Hlm. 23