Tuesday, January 8, 2019

STUDI KASUS KORUPSI PENYALAHGUNAAN DANA DALAM PENGGUNAAN BIAYA LAWYER DANA REPRESENTATIVE PDAM KOTA PADANG TAHUNANGGARAN 2012


STUDI KASUS
KORUPSI PENYALAHGUNAAN DANA DALAM PENGGUNAAN BIAYA LAWYER DANA REPRESENTATIVE PDAM KOTA PADANG
TAHUNANGGARAN 2012


I.                   PENDAHULUAN
 Korupsi di Indonesia telah menjamur di berbagai segi kehidupan. Dari instansi tingkat desa, kota, hingga pemerintahan, bisa dibilang korupsi sudah memnbudaya di Indonesia. Tetapi mengadakan usaha untuk memberantas korupsi memang bukan suatu yang sia-sia. Penyelesaian korupsi masih tebang pilih dan pelaksanaan hukumnya masih belum maksimal. Masih banyak korupsi yang berkeliaran di Indonesia, dan masih sangat pintar para korupsi untuk mengelabuhi menyuap agar kasus tersebut tak segera muncul dipermukaan.
Korupsi sudah seperti virus yang menginfeksiberbagai sisi kehidupan bangsa. Virus ini seakan terbudidaya dengan sendirinya oleh perilaku beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab, seperti para koruptor. Memperkuat upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, setidaknya sudah menjadi agenda yang disepakati ketika masa orde baru ditumbangkan masa reformasi. Lahirnya UU 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Korupsi yang kemudian diperbaharui dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Korupsi, lahirnya Undang-Undang No. 30 tahun 2002 Tentang Pemberantasan Korupsi, adalah bukti bahwa masyarakat Indonesia ketika itu berkeinginan untuk memberantas korupsi.UU No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) mengamanatkan pembentukan pengadilan Tipikor disetiap ibukota provinsi di Indonesia.
Di Sumatera Barat, pengadilan Tipikor dibentuk pada tahun 2010, dan mulai menyidangkan perkara Tipikor pada tahun 2011. Namun, kasus tertangkapnya para pejabat karena korupsi terus bertambah dari tahun ke tahun. Berikut tabel kasus korupsi berdasarkan wilayah di Sumatera Barat dari tahun 2011 – 2015.




Tabel 1. Korupsi Berdasarkan Wilayah di Provinsi Sumatera Barat[1]
Wilayah
(Kab/Kota)
Tahun
JUMLAH2011-2015
2011
2012
2013
2014
2015
Kab 50 Kota
4
2
5
3
2
4
3
15
8
Kab Agam
2
2
1
1
3
3
3
2
9
8
Kab Dharmasraya
3
2
1
1
1
1
1
2
1
8
5
Kab Kepulauan Mentawai
3
2
4
3
3
2
2
1
12
8
Kab Padang Pariaman
1
1
2
2
6
3
1
1
10
7
Kab Pasaman
2
1
2
1
Kab Pasaman Barat
5
4
3
2
8
5
1
1
17
11
Kab Pesisir Selatan
2
1
4
2
3
1
9
4
Kab Sijunjung
3
3
2
2
2
2
1
1
4
3
12
11
Kab Solok
5
3
2
2
5
5
2
2
5
5
19
17
Kab Solok Selatan
1
1
1
1
4
3
3
2
9
7
Kab Tanah Datar
2
1
6
4
2
2
11
7
Kota Bukittinggi
3
2
1
1
1
1
4
2
8
6
Kota Padang
2
2
1
1
3
2
5
3
5
3
16
11
Kota Padang Panjang
1
1
3
2
1
1
5
4
Kota Pariaman
Kota Payakumbuh
2
2
2
1
3
2
7
5
Kota Sawahlunto
Kota Solok
Jumlah
26
18
22
18
29
23
53
35
39
27
169
120
Sumber : HorasNews.Com, 2015
Berdasarkan data diatas, penangangan kasus korupsi terus bertambah dari tahun ke tahun, artinya dari satu sisi sudah ada keterbukaan publik untuk melaporkan penyelewengan yang dilakukan oleh pejabat.
Salah satu kasus yang masih berjalan sampai saat sekarang adalah kasus korupsi Dana Bantuan Hukum PDAM Kota Padang tahun anggaran 2012 dengan tersangka mantan direktur umu PDAM Azhar Latif. Dimana JPU menuntut perbuatan terdakwa dengan pidana kurungan 7 tahun penjara, pidana denda Rp 200 Juta subsider 3 bulan kurungan, dan uang pengganti sebesar Rp 450 juta, subsider 3 tahun dan 6 bulan. Dana yang bermasalah itu adalah dana membayar pengacara yang mendampingi terdakwa Azhar Latif, dalam kasus dana representatif PDAM Padang. Dimana dalam kasus representatif itu, nama terdakwa juga diseret sebagai terdakwa. Namun penyidik Kejati Sumbar menduga ada ketidakberesan dalam pencairan dana PDAM Padang senilai Rp 450 juta.[2] Pencairan dana itu diduga tidak sesuai dengan aturan sehingga menimbulkan kerugian negara. Jaksa menilai uang sebesar Rp 450 juta tidak seharusnya diberikan..
Berdasarkan gambaran diatas penulis ingin menganalisis kasus korupsi yang melibatkan Azhar Latif Mantar Dirut PDAM Kota Padang dengan menggunakan analisis teori Struktural Fungsional, judul studi kasusnya adalah “Korupsi Penyalahgunaan Dana Dalam Penggunaan Biaya Lawyer Dana Representative PDAM Kota Padang Tahun 2012

II.                PEMBAHASAN
Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum. Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
Dalam UU No 31 Tahun 1999 dan UU No 20 Tahun 2001 dalam pasal-pasalnya, terdapat 33 jenis tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi, tindakan tersebut dikategorikan ke dalam 7 kelompok. Kasus yang melibatkan Azhar Latif termasuk dalam kategori kasus merugikan keuangan Negara, dimana Sebelumnya Azhar Latif sudah menjalani pemeriksaan perdana semenjak dirinya ditetapkan sebagai tersangka. Hingga saat ini sejumlah pejabat di PDAM Padang sudah diperiksa, termasuk Wali Kota Padang Fauzi Bahar. Kasus ini mencuat, setelah penyidik Kejati Sumbar mencium aroma tidak beres dalam pencairan dana PDAM Padang senilai Rp 450 juta yang digunakan untuk membiayai pengacara terhadap kasus dana representatif PDAM Padang yang menjerat mantan Dirut PDAM Padang Azhar Latif.
Mantan Dirut PDAM Padang Azhar Latif yang ditetapkan menjadi tersangka mengklaim pencairan dana untuk pengacara sejumlah Rp450 juta, sudah sesuai dengan prosedur dan atas izin Wali Kota Padang. Azhar Latif yang kini merupakan Caleg DPR RI dari Partai Hanura menyebut dirinya hanya berstatus sebagai pemohon untuk mencairkan dana itu. Azhar Latif mengaku hanya memberikan kepada dewan pengawas dan dilanjutkan kepada Wali Kota Padang, Fauzi Bahar.[3]
Kejaksaan menduga proses pencairan dana PDAM untuk membiayai bantuan hukum bagi eks Dirut PDAM Azhar Latif yang tersangkut kasus dugaan korupsi dana representatif tahun 2012 lalu tidak dilakukan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku di BUMD tersebut. “Uang perusahaan digunakan untuk membiayai lawyer (pengacara, red) dan dilakukan tidak sesuai prosedur,” terang Dwi selaku narasumber. Dwi menjelaskan, dugaan korupsi yang menjerat Azhar Latif diawali kemunculan kasus dugaan korupsi dana representatif tiga tahun lalu dengan terdakwa mantan Dirut PDAM Azhar Latif. Saat itu, sejumlah pengacara diikat kontrak secara pribadi untuk mendampingi Azhar Latif. Dalam perjalanannya, Azhar Latif tidak terbukti bersalah dan bebas dari jeratan hukum.
Dalam perjalannya, muncul surat pencairan dana bantuan hukum untuk sejumlah pengacara dengan nilai sekitar Rp 450 juta. Setelah melalui mekanisme pencairan, seperti proposal dan persetujuan dewan pengawas, dananya turun dan diterima beberapa pengacara. Pencairan dana ini diduga tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku di BUMD tersebut.
Perkara ini terus dikembangkan. Sejumlah pihak telah mulai dimintai keterangan, diantaranya sejumlah pejabat PDAM. Ahmad dan Dwi selaku dewan pengawas memastikan akan ada banyak orang yang diperiksa sekaitan dengan perkara ini. Selain akan melakukan pemeriksaan saksi, kejaksaan juga bakal melakukan penyitaan sejumlah dokumen yang berhubungan dengan perkara ini. “Ini pemeriksaan baru kita mulai. Kita juga bakal melakukan penyitaan dokumen sambil berjalan,” terang Ahmad. 
Secara umum tindak ‘Korupsi’ bukan hanya sekedar kesempatan untuk memanfaatkan jabatan/posisi, akan tetapi juga peluang untuk mendorong terjadinya tindak Korupsi. Penyebab perilaku korupsi dapat disebabkan karena tiga hal yaitu :
a.       Psikologi aliran “behaviouris” mengatakan bahwa perilaku manusia kebanyakan dipengaruhi (tidak ditentukan) oleh faktor-faktor yang ada di luar dirinya. Antara lain sistem pengawasan dari negara yang sangat lemah, sistem hukuman bagi koruptor yang sangat ringan, sistem penegakan hukum yang rapuh, sistem politik yang tidak profesional dan faktor lingkungan lainnya.
b.      Di samping faktor sistem yang buruk tersebut pada butir satu di atas, juga karena faktor lingkungan kerja yang memang koruptif di mana korupsi sudah saling keterkaitan antara individu dengan individu lainnya. Saling membenarkan dan saling melindungi demi keuntungan bersama.
c.       Faktor kepribadian.
Teori yang digunakan dalam penyelesaian kasus Azhar Latif adalah menggunakan teori sebagai berikut :
1.      Teori fungsionalisme structural
Yaitu suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan fungsional yaitu August Comte, Emile Durkheim dan Herbet Spencer. Pemikiran struktural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Sama halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan struktural fungsional ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial.
Teori fungsionalisme struktural mempunyai pandangan bahwa kehidupan sosial berlangsung dalam keteraturan, keseimbangan, dan keharmonisan. Hal ini disebabkan oleh masing-masing anggotanya mematuhi norma-norma sosial yang disepakati. Meskipun demikian, ada anggota masyarakat yang tidak mematuhi karena adanya perbedaan tujuan yang dipunyainya dengan tujuan kelompok, atau karena perbedaan antara tujuan yang ditetapkan kelompok dengan cara dan sarana untuk mencapainya. Fenomena korupsi dari sudut pandang fungsionalme struktural dapat dijelaskan dari adanya ketidakpatuhan pemegang kekuasaan terhadap norma-norma yang mengatur penggunakekuasaan. Mereka berpandangan bahwa tujuan penggunaan kekuasaan itu tidak sepenuhnya dapat mewujudkan kepentingan atau tujuan pribadinya. Sementara itu sarana untuk mewujudkan tujuan kekeuasaan itu belum memadai.
Sehubungan dengan itu masalah korupsi sebagai penyakit masyarakat dapat dianalisis dengan teori struktural funsional dikarenakan sebagai berikut :
1)      Dalam teori struktural fungsional ada hubungan yang saling bergantung antara bagian-bagian dari suatu sistem. Dalam konteks ini elemen-elemen masyarakat akan mengacu dalam dua sistem yang disepakati bersama melalui hukum dan norma yang dibbuatnya. Sejalan dengan hal tersebut korupsi adalah suatu penyimpangan terhadap hukum dan norma yang telah disepakati.
2)      Adanya keadaan yang normal/ keseimbangan bila dihubungkan dengan mekanisme, hal ini berarti keadaan yang normal dan sehat. Korupsi sebagai penyimpangan sosial dengan demikian merupakan suatu kondisi masyarakat yang tidak sehat, karena ada bagian sistem yang difungsionalkan atau tidak berjalan seperti halnya sistem politik yang tidak berjalan dengan baik dan kemudian pula sistem hukum yang tidak bisa tegas melengkapi persoalan seperti ini.
3)      Adanya bagian-bagian sistem sosial yang tidak berfungsi bisa diatur kembali supaya sistem sosial bisa berjalan dengan normal kembali. Dalam konteks ini perlu adanya kesadaran dari elemen-elemen sistem yang menambahkan bahwa korupsi adalah penyakit sosial yang memerogoti mental masyarakat. Sebagai bagian dari fungsi yang tidak benar korupsi sebagai perilaku sosial yang sudah membudaya pelu dihadapkan pada tindakan hukum maupun sanksi sosial yang keras.
4)      Korupsi dapat dilakukan oleh orang-orang yang menjadi anggota lapisan atau kelompok sosial tertentu. Ini mengidentifikasikan lapisan atau kelompok sosial dapat menjadi faktor bagi berlangsungnya perilaku korupsi. peluangnya ditentukan oleh kondisi tertentu, seperti tersentralisasinya kekuasaan pada kelompok etnis tertentu, berlangsungnya sistem politik yang otoriter, tiada pembagian fungsi diantara bagian-bagian kekuasaan, terjadinya persaingan diantara lapisan-lapisan pemegang kekuasaan dalam menetapkan kebijakan bidang ekonomi, terjadinya mobilitas vertikal dalam kekuasaan dengan memotivasi ekonomi. Korupsi yang dilakukan oleh anggota kelompok sosial dapat berbeda bentuk dan tujuannya. Korupsi berupa nepotisme mempunyai tujuan yang berbeda jika dilakukan oleh anggota kelompok etnis atau ideologi politik. Korupsi dapat juga berupa diskriminasi perlakuan antara orang-orang yang berada dalam kelompok yang sama. Korupsi berupa penggunaan dana publik dilakuakan oleh seorang pemegang kekuasaan pada lapisan tertinggi untuk mmendukung kelompok ideologi politiknya. Korupsi yang dilakukan oleh anggotalapisan sosial tertentu pada prinsipnya bertujuan untuk meningkatkan status sosial atau untuk mempertahankannya. Bentuknya berupa pembelian jabatan, pemamfaatan hubungan nepotisme atau patron-klien, melalui hubungan kolusi dengan pemegang kekuasaan.
Persoalan kasus Azhar Latif terjadi karena adanya penyalagunaan anggaran. Sesuai dengan Permendagri No 7 Tahun 1998 dan Permendagri No. 2 Tahun 2007 yang tertuang tugas dan wewenang, untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang tersebut, khusus direksi untuk Direksi diberikan dana Representatif. Pengaturan tentang mekanisme penggunaan dana Representatif diatur tidak diatur dalam dalam Permendagri sehingga direksi menggunakan diskresi dalam penggunaannya. 


Solusi Kasus Korupsi Penyalahgunaan Dana Dalam Penggunaan Biaya Lawyer Dana Representative PDAM Kota Padang TahunAnggaran 2012
Dalam penyelesaian kasus penyalahgunaan dana dalam biaya lawyer dana representative PDAM Kota Padang melalui beberapa pendekatan karena kasus ini bergulir atau masih berjalan. Ada tiga strategi untuk mencegah dan memberantas korupsi yang tepat yaitu:
1)      Strategi Preventif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya korupsi.
2)      Strategi Deduktif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
3)      Strategi Represif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinyaharus dilakukan secara terintregasi. Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak dilaksanakan.
Untuk kasus penyalahgunaan yang melibatkan Azhar latif, strategi yang dipakai adalah Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila masih ada pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu dihukum mati karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan. Jika disahkan undang-undang Tipikor yang memuat aturan untuk memiskinkan kruptor, untuk kasus Azhar latif bisa sebagai salatu arternatif. Memiskinkan harta para tersangka tindak pidana korupsi. Hal ini perlu dikukan agar para pelaku tindak pidana korupsi tidak bias lagi menggunakan harta mereka yang notabene bersumber dari negara tersebut untuk melakukan suap terhadap para pelaku peradilan.

III.             KESIMPULAN
Permasalahan korupsi telah mengakar di Indonesia, karena setiap tahunnya jumlah kasus korupsi terus meningkat. Begitu juga di Sumatera Barat, salah satu kasus korupsi yang ada adalah Kasus penyalahgunaan Anggaran dana Reresentatif PDAM Kota Padang Tahun 2012, sehingga menyeret nama Azhar latif, nama ini mencuat setelah ada pencairan dan PDAM sebanyak 450 juta. Uang tersebut digunakan untuk membayar Pengacara untuk kasus JPU.
Penyebab terjadinya tindak pidana korupsi ada beberapa macam, bisa dilihat dari jenis kasusnya, untuk kasus ini termasuk kategori Merugikan Uang Negara akibat kebijakan yang dilakukannya. Analisis pemecahan dan melihat permasalahannya dikaji dari Teori Struktural Fungsional. Jika terjadi penyimpangan, maka yang bermasalah adalah ada sistem yang tidak jalan atau pada kondisinya. Kasus penyalahgunaan anggran dana oleh Azhar Latif karena kurangnya kontrol dari badan pengawas direksi terhadap dana yang dicairkan, lemahnya undang-undang atau aturan tentang sistem pengelolaan dana Representatif PDAM sehingga terjadi salah persepsi dari pihak Azhar latif dengan Kejaksaan mengenai pemanfaatan Dana Repretatif.
Jika banding Jaksa penuntut umum dikabulkan dan azhar Latif terbukti bersalah dan melanggar undang-undang, maka pencegaham yang harus dilakukan adalah mnyusut permasalahan korupsi ini sampai ke akar-akarnya sehingga tidak muncul yang namanya korupsi berjamaah, kemudian memiskinkan para pelaku korupsi atau koruptor sehingga menimbulkan efek jera dan budaya korupsi di Indonesia menghilang.


[1]HorasNews, “Kasus-kasus Korupsi Sumatera Barat”
[2]Ibid, Diakses 30 Oktober 2016
[3] Sumbar Satu, “Dugaan Tipikor PDAM Padang: Azhar Latif Kembali Bebas”.  Sumbarsatu.com. Diakses 30 Oktober 2016. 

PENDIDIKAN IPS SEBAGAI PENDIDIKAN NILAI DAN KARAKTER

  Pengertian dan Hakikat Nilai 1.      Pengertian Nilai Nilai merupakan sebuah dasar atau tolak ukur dalam bertingkah laku, bersikap dan...